Sistem demokrasi ini menjadi sistem yang paling banyak dipakai oleh negara-negara di dunia. Secara harfiah demokrasi dimaknai sebagai sistem kekuasaan pemerintahan yang berada di tangan rakyat kebanyakan (Demos), artinya kekuasaan tidak berada di tangan penguasa tunggal secara turun temurun. Namun kenyataannya definisi demokrasi ini pun telah mengalami perkembangan dari masa ke masa, tapi apapun perkembangannya, ada karakteristik yang mau tidak mau harus ada dalam setiap model demokrasi yaitu adanya kebebasan warga masyarakat untuk melakukan pilihan dan untuk berbuat serta dalam kesetaraan derajat dan martabat semua orang.
Di Indonesia, demokrasi sebagai sistem pemerintahan telah mulai diterapkan sejak awal kemerdekaan dengan diterapkannya sistem demokrasi liberal, dipilihnya demokrasi sebagai sistem pemerintahan berakar dari keraguan dan penolakan atas ekonomi kapitalisme liberal yang melandasi kehidupan dunia yang berkembang secara berhasil di negara-negara barat.
Kegagalan demokrasi liberal di awal kemerdekaan kemudian coba diganti dengan membangun sistem kenegaraan yang otoritarian oleh rezim Soekarno dan dilanjutkan oleh rezim Soeharto selama kurun waktu hampir 50 tahun. Sejak kran demokrasi dibuka tahun 1998, sistem demokrasi kembali coba dihidupkan lagi sebagai sistem pemerintahan di Indonesia.
Demokrasi yang dikehendaki sebagai pilihan sistem pemerintahan Indonesia adalah demokrasi yang selaras dengan nilai-nilai pancasila dan karakter bangsa Indonesia yang kemudian dirumuskan menjadi demokrasi pancasila. Tapi pada perjalanannya, sistem demokrasi pancasila yang sangat diharapkan itu tidak dijalankan dengan sungguh-sungguh. Akibatnya banyak sekali arus penolakan terhadap sistem demokrasi tersebut. Demokrasi yang diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan rakyat justru menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat. Maka kemudian sejarah mencatat gelombang penolakan dari kaum Islam radikal yang membawa ide membangun negara dengan basis agama atau kaum nasionalisme radikal yang mengusung pemikiran tentang demokrasi ala Indonesia yang berakar pada tradisi, semuanya itu adalah buntut kekecewaan terhadap sistem demokrasi yang mengalami penyimpangan.
Demokrasi yang ideal seharusnya memenuhi dua aspek utama yang menjadi indikator berjalannya demokrasi. Aspek yang pertama yaitu demokrasi prosedural, dalam artian demokrasi harus memenuhi prosedur-prosedur standar untuk bisa disebut demokrasi, misalnya adanya partai politik, adanya pemilihan umum, dan lain sebagainya. Aspek yang kedua yaitu demokrasi substansial, aspek ini lebih tinggi tingkatannya daripada demokrasi prosedural. Dalam demokrasi substansial, demokrasi bukan hanya selesai dengan terpenuhinya prosedur-prosedur untuk disebut sebagai sistem demokrasi tapi juga harus menyentuh substansi dari prosedur demokrasi itu sendiri, misalnya : adanya parpol yang memenuhi standar, adanya pemilu yang berkualitas dan lain sebagainya.
Di Indonesia sendiri demokrasi berjalan baru sebatas demokrasi prosedural, belum masuk ke tahap demokrasi substansial. Secara prosedur, Indonesia memang sudah bisa disebut sebagai negara demokrasi karena prosedur-prosedur standar demokrasi sudah terpenuhi, misalnya : adanya kebebasan untuk mendirikan parpol dan itu sudah diatur dalam undang-undang, adanya pemilu, bahkan sejak kemerdekaan sudah 10 kali pemilu diadakan di Indonesia, tiga diantaranya di era reformasi.adanya lembaga penyelenggara pemilu (KPU) dan adanya perangkat-perangkat demokrasi yang lain sehingga secara procedural Indonesia sudah bisa disebut sebagai negara demokrasi.
Tapi sayang, demokrasi yang berjalan di Indonesia baru sebatas tataran prosedural, belum sampai pada tataran substansi. Dalam prakteknya, masih banyak substansi-substansi demokrasi yang belum terpenuhi dalam sistem demokrasi Indonesia. Masih banyak catatan-catatan buruk yang perlu dicarikan solusinya kedepan
No comments:
Post a Comment